Tradisi Potong Jari, Lambang Rasa Cinta dan Kehilangan

Kalau kalian patah hati, atau ada seseorang yang kalian cintai meninggal dunia, apa yang akan kalian lakukan untuk mengenangnya? Menyimpan fotonya, menangis tanpa henti, berdoa setiap malam, atau malahan depresi?

Semua hal yang akan kamu lakukan diatas mungkin akan menjadi berbeda ketika kamu menjadi wanita asli Papua, khususnya suku Dani. Bagi mereka, potong jari merupakan salah satu cara mereka mengungkapkan rasa kesedihannya. Serius?

Serius. Coba kalau kamu ke Wamena deh, lalu ke pasar. Perhatikan jari Mama-mama yang jualan di pasar, pasti banyak yang beberapa ruas jarinya sudah dipotong. Kadang ada juga yang malah jarinya nggak ada semua, menyisakan jempol saja. Hiyaaaaa!.

Tradisi ini biasa disebut Iki Palek, dan hanya dilakulan oleh wanita saja. Biasanya, wanita yang paling tualah yang akan melakukan prosesi ini. Setiap ruas jari menandakan satu orang yang meninggal. Jadi jika ada kerabat atau saudara dekat yang meninggal, yang tertualah yang akan dipotong jarinya. Nah yang memotong juga nggak sembarangan. Biasanya yang memotong adalah suami atau kerabat terdekat dari wanita tersebut.

Kenapa harus potong jari sih? Setelah bertanya-tanya, potong jari dilakukan untuk mencegah terulangnya kembali malapetaka yang telah merenggut nyawa seseorang di dalam keluarga tersebut.

Prosesi pemotongan jari ini nggak sembarangan guys. Pertama, sebuah upacara diadakan untuk memulai prosesi ini. Lalu tangan diikat diantara sela jari dengan tujuan agar tidak akan mengeluarkan banyak darah. Lalu, orang yang memotong jari akan menyiapkan peralatan untuk memotong jari, seperti kampak kecil yang dibuat dari bahan batu. Yang bikin ngilu, ini kampak gak terlalu tajam banget! Duh!

Lalu, wanita yang akan dipotong jarinya akan membaca rapalan mantra. Setelah rapalan selesai, pemotongan akan langsung dilakukan tanpa obat bius! Bayangkan rasa sakitnya! Nah menurut mereka, kalau luka di jarinya udah sembuh, maka artinya rasa duka akibat ditinggalkan oleh orang tercinta hilang.

Menurut seorang Mama-Mama yang saya tanyakan, dulu juga pernah terjadi bayi yang baru lahir itu dipotong jarinya. Bayi akan dipotong jarinya jika sang ayah telah meninggal. Sang ibu akan mengigit jari si bayi hingga putus. Ngeri!

Tetapi semenjak modernisasi datang ke pedalaman Papua, kini pemerintah melarang lagi praktek ritual potong jari ini. Makanya, sekarang sudah cukup sulit ditemukan, kecuali di pedalaman banget. Tapi saya bersyukur bisa bertemu dan mengobrol langsung dengan Mama-Mama yang pernah mengalami ritual tersebut.

Ada hal yang ngena banget di hati ketika saya mengobrol dengan si Mama. Saya bertanya, apakah sakit ketika dipotong jarinya? Beliau menjawab “sakit dek. Tapi lebih sakit lagi ketika ditinggalkan oleh orang yang saya cintai.”. Ngena banget! source : @catatanbackpacker